Main Menu

Senin, 11 November 2013

REVIEW FILM PACIFIC RIM


Banyak orang lain mungkin hanya memandang sekilas Pacific Rim sebagai film model-model Transformers, robot-robot besar bertarung di tengah kota dan sebagainya yang menjanjikan keseruan. But no, Pacific Rim bukan cuma itu. Bagi yang akrab sama budaya populer Jepang (while technically Transformers juga konsep aslinya dari Jepang), Pacific Rim adalah sebuah penggenapan harapan akan adanya perlakuan skala raya dari aksi fantastikal ala anime, tokusatsu, dan (yang istilahnya dipakai di film ini) kaiju. Bagi yang tumbuh di era 80-90-an sebagian pasti kenal akan aksi "Ultraman" atau "Goggle V" dan seri super sentai/rangers lainnya, atau "Voltes V" atau "Voltron", atau kalau mau rada serius dikit *halah* macam "Patlabor" dan seri "Gundam" (bacanya gan-dam), dan banyak lagi anime yang menampilkan robot tempur besar yang dikendalikan manusia dari dalam—istilahnya mecha, singkatan dari mechanical—manapun yang bisa ditemukan di majalah Animonster. Sementara udah berabad-abad rumor Hollywood mau bikin versi live action dari "Neon Genesis Evangelion" nggak jadi-jadi, maka saat ini juga, terimalah Pacific Rim, persembahan orisinil dari master fantasi Guillermo del Toro (Hellboy, Pan's Labyrinth), yang sendirinya mengaku sangat terpengaruh pada film-film monster raksasa/kaiju dari negeri sakura macam Godzilla dan Gamera. Dengan film ini, del Toro telah "bersalah" membangkitkan kembali fantasi masa kecil Anda sekaligus memperkenalkannya pada adik/anak Anda, with a big, big bang.

Pacific Rim dimulai dengan penggambaran situasi darurat global, well khususnya di garis pantai samudera Pasifik (thus, the title), karena monster-monster raksasa yang kemudian disebut Kaiju—dan masing-masing diberi kode nama lucu-lucu, datang dari portal di dasar laut yang terhubung dengan dimensi lain, menyerang kota-kota padat penduduk. Kesulitan dan kewalahan melawan dengan senjata konvensional (dan tentu saja bahaya kalau langsung pake nuklir), pemerintah-pemerintah dunia bersatu dan membuat Jaeger (bacanya yéy-ger), teknologi mecha raksasa yang mengikuti gerakan fisik dua orang (atau lebih) di dalamnya, agar dapat mengimbangi, berhadapan langsung, dan mengalahkan Kaiju lebih cepat dan efisien. Namun Kaiju semakin sering muncul dan semakin kuat, teknologi Jaeger kerap tertinggal. Lebih dari satu dekade sejak perang dimulai, pemerintah-pemerintah lebih berkonsentrasi membuat tembok pertahanan dan tidak menyokong teknologi Jaeger lagi, dan kini tinggal beberapa unit Jaeger yang berfungsi. But, surprise, tembok pertahanan pun nyatanya bisa ditembus Kaiju dengan mudahnya.

Kisah utama dimulai ketika mantan pilot Jaeger, Raleigh Becket (Charlie Hunnam) dipanggil lagi oleh Marshal Stacker Pentecost (Idris Elba) untuk naik Jaeger lagi. Raleigh awalnya menolak karena trauma mitra sekaligus kakaknya, Yancy (Diego Klattenhoff) tewas ketika bertugas bersamanya, namun Pentecost berhasil membujuknya karena mengaku punya rencana dan berjanji akan menemukan mitra yang baru. Raleigh kemudian diangkut ke markas terakhir Jaeger di Hong Kong yang disebut shatterdome *tsaah* untuk bersama pilot-pilot dan unit-unit Jaeger yang tersisa—ada dari Hong Kong, Australia dan Rusia—mempersiapkan sebuah skema menghancurkan portal yang menghubungkan Bumi dengan tempat asal Kaiju, untuk menghentikan peperangan ini selama-lamanya *latar musik heroik*


Jika dikatakan Pacific Rim adalah the closest thing to live action version of mecha anime, itu ada benarnya. Buat gw Pacific Rim itu anime banget. Entah disengaja atau tidak, selalu ada feel anime di sepanjang filmnya, baik dari cerita, karakterisasi, dialognya, ke-sok-serius-annya, bentuk wajah para aktornya, bahkan sampai pada adegan ngobrol/makan berlatar mecha yang sedang parkir, dan juga tokoh-tokoh multinasional dengan nama aneh-aneh kecuali nama orang Jepangnya =D. Dalam situasi lain, hal seperti ini akan sangat cheesy, tetapi dalam situasi dunia diserang monster dari dimensi lain, why the hell not? Ketimbang terlalu serius dan merasa terganggu dengan minimnya pengembangan karakter dan plotnya yang ringan dan tidak revolusioner, gw malah semakin terbawa masuk dalam dunia Pacific Rim yang luas dan penuh warna serta memuat berbagai elemen mendetil dari penjabaran tentang asal muasal Kaiju, ke mana larinya penduduk awam ketika kota porakporanda, sampai ke dampak sosialnya (komersialisasi, pasar gelap, dan sebagainya). Memang muatan yang sebenarnya banyak itu tidak bisa ter-cover sempurna jika harus menjaga durasinya. Tapi buat gw, dalam durasinya yang mencapai 2 jam 10 menit di hasil akhirnya, penyederhanaan kisahnya masih oke dan mudah diikuti tanpa ada kehilangan yang terlalu. Human story-nya tetap menggerakkan laganya, laganya pun terarah dan tidak tak beralasan, nggak ada kebingungan whatsoever. Dan itu bagus.

Akan tetapi menurut gw yang jadi jawara dari Pacific Rim adalah penataan gambarnya. Sure, pertarungan Jaeger vs Kaiju-nya spektakuler—and I mean extreeemely spectacular—dengan berbagai efek visual canggih ditambah tata suara yang apik yang bikin gw "waah" "aish" "oughh" "iigh" dan seterusnya. Namun di atas semuanya itu, gw lebih jatuh cinta pada padunya kinerja sinematografi dan tata artistik dalam memproyeksikan dunia fantasi Guillermo del Toro ini. Permainan warna yang sangat bold dari tata cahayanya yang merupakan signature dari sutradara Meksiko yang satu ini tampil lebih "liar" lagi. Hampir pasti nggak cuma ada satu warna dalam satu gambar, pasti ada warna-warna yang saling kontras menyala (misalnya latar biru tapi aktornya kuning) yang menyatu apik dalam satu bingkai, terutama di dalam ruangan, apalagi di dalam kokpit Jaeger, dan lebih lagi di jalanan kota Hong Kong di malam hari. Color coordination yang ayu tenan ini semakin memaksimalkan feel fantasinya. Demikian pula konsistensi skalanya, perbandingan ukuran robot dan manusia ditata sedemikian rupa sehingga terasa banget itu gedenya—dan juga efek gerakannya yang agak lambat karena beratnya =D—yang sayangnya sedikit terdistraksi kalau disaksikan dalam format 3-dimensi.

So, Pacific Rim ini memenuhi ekspektasi gw. Kekurangannya mungkin hanyalah dia tidak melebihi ekspektasi gw itu. Jalan ceritanya nggak unexpected, kurang mengeksplorasi emosi lebih mendalam atau juga humornya nggak sampai "meledak", tetapi itu bukanlah masalah besar buat gw. Pacific Rim bisa membawa ceritanya dengan solid dan hubungan antar tokoh yang cukup jelas, penjelasan fiksi ilmiahnya juga logis, production value superkeren, tata musik yang juga asyik. Permainan aktornya sih nggak seberapa, mungkin highlight-nya pada Idris Elba satu-satunya aktor di film ini yang dapat mengujarkan dialog-dialog cheesy dengan meyakinkan, Rinko Kikuchi sebagai Mako Mori yang Japanese-ly awkward-nya dapet (yaiyalah) dan Mana Ashida sebagai Mako cilik yang mencuri perhatian, juga Charlie Day sebagai Dr. Newt yang surprisingly tampil tidak menyebalkan dengan suaranya yang menyebalkan itu. O wait, kok gw hampir lupa nyinggung desain Jaeger yang tegap keren-keren dan Kaiju yang eksotik-ngeri-tapi-cantik, ya? Ah kerenlah pokoknya. Robot raksasa lawan monster raksasa, dengan tokoh utama yang bukan unggulan tapi membuktikan ketangguhannya? The child in me hendak berseru ini film paling keren tahun ini. The adult me tinggal menyatukan pikiran the child in mesepanjang durasi.

sumber:  http://ajirenji.blogspot.com/2013/07/movie-pacific-rim-2013.html

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Merkur Gold Strike Safety Razor - FEBCASINO
Merkur's gri-go.com Gold Strike Safety Razor, https://febcasino.com/review/merit-casino/ Merkur Platinum Edge Plated Finish, German, worrione Gold-Plated, Satin novcasino Chrome Finish. Merkur has a more aggressive looking, 바카라 사이트

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.